Selasa, 27 Desember 2011

visi, misi dan karakteristik pendidikan islam


BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pendidikan Islam adalah jenis pendidikan yang memberikan perhatian dan sekaligus menjadikan ajaran Islam sebagai pengetahuan untuk program studi yang diselenggarakan (Islam ditempatkan sebagai bidang studi, sebagai ilmu, dan diperlakukan sebagaimana ilmu yang lain). Bukan hanya itu, pendidikan Islam juga merupakan bagian dari sumber nilai-nilai agama yang harus diaplikasikan dalam kehidupan manusia. Dalam menghadapi perkembangan zaman saat ini pendidikan islam sering dihadapkan pada situasi yang kian rumit. Banyak tantangan yang harus dihadapi mulai dari proses pelaksanaan pendidikan hingga bagaimana menciptakan output yang sesuai dengan keinginan masyarakat pada umumnya. Pendidikan islam dituntut untuk mampu memberikan sumbangsih pemikiran dalam segala hal.
Oleh karenanya, pendidikan islam harus memiliki visi dan misi serta pemimpin yang mampu menciptakan insan-insan yang ulul albab. Dalam system manajemen dan kepemimpinan pendidikan islam, keberadaan visi dan misi menempati posisi penting. Visi harus dirumuskan lebih awal yang kemudian dituangkan dalam misi, yaitu program-program dan kegiatan-kegiatan untuk mewujudkan visi tersebut, dan lebih jauhnya adalah menyusun program aksi di dalam sebuah rencana yang matang dan fleksibel untuk  dapat dilaksanakan dalam jangka waktu tertentu secara bertahap. Visi dan misi pendidikan islamyang merupakan harapan, cita-cita, dan tujuan pendidikan islam, pada dasarnya dibangun dari nilai-nilai islam dan hasil analisa terhadap keberadaan pendidikan islam.
1.2. Rumusan Masalah
Dari uraian di atas maka kami merumuskan permasalahan dalam sub-bab yaitu sebagai berikut:
1.      Apa yang dimaksud Visi dan Misi, serta bagaiman visi dan misi pendidikan islam?
2.      Bagaimana karakteristik pendidikan islam?
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Visi dan Misi Pendidikan Islam
1.      Makna Visi dan Misi dalam Pendidikan Islam
Secara sederhana, visi dapat diartikan sebagai, keinginan, cita-cita, harapan dan impian tengtang masa depan. Sementara itu misi merupakan perwujudan lebih jauh dari visi. Visi dan misi merupakan aspek yang harus diperhatikan dalam proses kepemimpinan dan manajemen. Perencanaan yang baik misalnya harus mengandung beberapa komponen diantaranya adalah visi dan misi yang memberikan arah dan sekaligus motivasi serta kekuatan gerak bagi seluruh komponen yang terlibat langsung maupun tidak langsung dalm pengembangan organisasi.
Selain itu visi dan misi juga dipandang sangat pentinguntuk menyatukan persepsi, pandangan dan cita-cita, harapan, dan bahkan impian semua pihak yang terlibat didalamnya. Keberhasilan dan reputasi organisasi sangat tergantung pada sejauh mana misi yang diembannya dapat dipenuhi. Oleh karenanya, sebuah organisasi memerlikan visi dan misi yang jelas dan dapat memberikan motivasi dan kekuatan gerak untuk mencapai prestasi menuju masa depan dengan berbagai keunggulannya.
Dalam system manajemen dan kepemimpinan pendidikan islam, keberadaan visi dan misi menempati posisi penting. Visi harus dirumuskan lebih awal yang kemudian dituangkan dalam misi, yaitu program-program dan kegiatan-kegiatan untuk mewujudkan visi tersebut, dan lebih jauhnya adalah menyusun program aksi di dalam sebuah rencana yang matang dan fleksibel untuk  dapat dilaksanakan dalam jangka waktu tertentu secara bertahap. Visi dan misi pendidikan islam yang merupakan harapan, cita-cita, dan tujuan pendidikan islam, pada dasarnya dibangun dari nilai-nilai islam dan hasil analisa terhadap keberadaan pendidikan islam. A. syafei ma’arif (dalam Muslih Asa,  ed:155) merumuskan visi pendidikan islam, yaitu “manusia yang unggul secara intelektual, kaya dalam amal, serta anggun dalam moral dan kebijakan”.
Dalam konteks pendidikan Nasional, Tilaar (2000: 149) merumuskan visi pendidikan islam, yakni mewujudkan manusia Indonesia yang takwa dan produktif sebagai anggota masyarakat Indonesia yang ber-Bhineka. Sementara misi pendidikan islam menurut Tilaar ialah perwujudan dari misi, yaitu mewujudkan nilai-nilai keislaman didalam pembentukan manusia Indonesia. Manusia Indonesia yang dicita-citakan  adalah manusia yang shaleh dan produktif. Abad ke-21 menuntut kedua kualitas manusia semacam ini. Seperti yang di kemukakan mengenai trend abad 21, agama dan intelek akan saling bertemu. Manusia Indonesia yang dicita-citakan adalah manusia yang takwa dan beriman sekaligus produktif dengan mengusai ilmu pengetahuan dan teknologi bagi peningkatan taraf hidupnya.
Malik Fadjar merumuskan bahwa  pendidikan islam dapat menjadi alternatif apabila dia memenuhi empat tuntutan sebagai berikut:
1.      Kejelasan cita-cita dengan langkah-langkah yang operasional di dalam usaha mewujudkan cita-cita pendidikan islam;
2.      Memberdayakan kelembagaan dengan menata kembali sistemnya;
3.      Meningkatkan dan memperbaiki manajemen;
4.      Peningkatan mutu sumber daya manusia.

2.      Pemimpin visioner
Pemimpin visioner adalah pemimpin yang memiliki dan selalu berorientasi kedepan, apa yang ingin diwujudkan di masa depan dari realitas yang sedang dihadapi. Bagi pemimpin visioner, tatkala melihat batu misalnya, maka di beneknya tergambar keinginan untuk membuat rumah yang besar dan megah.
Pemimpin yang visioner itu penting dan akan menentukan hidup matinya sebagai organisasi. Ini dapat dipahami dari alasan berikut:
a.       Adanya perubahan lingkungan yang cenderung sulit diramalkan. Sulitnya membuat ramalan menyebabkan rencana strategis organisasi sering tidak cocok lagi dengan lingkungan yang sudah berubah.
b.      Rencana strategis organisasi akhirnya digantikan oleh visi organisasi yang lebih fleksibel dalam menghadapi perubahan lingkungan.
Untuk menghadapi perubahan-perubahan lingkungan yang diramalkan tersebut dan upaya menyusun visi baru yang lebih fleksibel, diperlukan pemimpin masa depan yang visioner, yaitu pemimpin yang:
1.      Mendorong setiap anggota organisasi untuk mengidentifikasi masalah dan kemudian memecahkannya.
2.      Memaksimalkan energy dengann cara: keluar dari situasi status quo dan tidak terlalu bersikap kompromistis, menghasilkan keputusan yang berkualitas, mencapai target hasil yang maksimal dengan teknk dan metode yang sama sekali baru.
3.      Mengolah data dan informasi dengan cepat.
4.      Menyajikan informasi yang benar dan mudah di cerna.
5.      Mahir dalam berkomunikasi.
6.      Mengajak anggota organisasi untuk berfikir dan bertindak menurutagenda kegiatan mereka.
7.      Mengolah, melatih dan menggunakan intuisi untuk mengambil keputusan.
Pemimpin visioner menurut Tri Darmayanti (tt.:203) perlu melakukan lima peran sebagai berikut; pertama, peran merumuskan visi ( the vision role); kedua, peran menjalin hubungan (the relationship roles); ketiga, peran mengendalikan (the control role); keempat, peran melakukan dorongan (the encourage role); kelima, peran sebagai pemberi informasi (the information role.
Pemimpin  harus merumuskan visi sendiri dengan melibatkan orang  atau tim untuk membantu merumuskannya. Visi dapat memut sasaran kuantitatif misalnya target yang dinyatakan dengan presentase (%), atau dapat menyatakan tahun pencapaian, dan dapat pula hanya menggambarkan kondisi dimasa depan yang akan di capai.

B.     KARAKTERISTIK LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM
Pendidikan islam sebenarnya memiliki cakupan yang cukup luas, seperti yang dikemukakan Zarkowi Soejoeti (1986), pendidikan islam didefinisikan dalam tiga pengertian, yakni: pertama, pendidikan islam adalah jenis pendidikan yang pendirian dan penyelenggaraannya didorong oleh hasrat dan semangat cita-cita untuk menngejewantahkan nilai-nilai islam; kedua,jenis pendidikan yang memberikan perhatian yang sekaligus menjadikan ajaran agama islam sebagai pengetahuan untuk program studi yang diselenggarakan; ketiga, jenis pendidika yang mencakup kedua pengertian di atas.
Secara kelembagaan, terutama dalam konteks Indonesia, pembicaraan mengenai pendidikan islam sebenarnya lebih diwarnai oleh dua model pendidikan, yakni pendidikan dalam bentuk pasantren dan pendidikan madrasah. Sebab itu lebh jauh karakteristik kedua lembaga ini akan diuraikan dalam pembahasan di bawah ini.
1.      Karakteristik pondok pesantren
a.      Tinjauan umum pesantren
Pada dasarnya pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan islam yang dikelola secara konvensional dan dilaksanankan dengan system asrama (pondok) dengan kyai sebagai sentra utama serta mesid sebagai pusat lembaganya (Syarif, 1983:5). Dalam studinya, Rahardjo (1985) menyimpulkan bahwa sejak awal pertumbuhannya, pesantren mempunyai bentuk yang beragam sehingga tidak ada suatu standarisasi yang berlaku bagi semua pesantren. Namun demikian dalam proses pertumbuhan dan perkembangan pesantren tampak adanya pola umum, yang diambil dari makna peristilahan pesantren itu sendiri yang menunjukkan adanya suatu pola tertentu (Sunyoto, 1990:12).
Pada perkembangan selanjutnya menurut Saridjo (1985:10) pondok pesantren telah berkembang dan merupakan lembaga gabungan antara system pondok dan pesantren, yang memberikan pendidikan dan pengajarana agama islam dalam system non klasik, sedang santrinya dapat dapat bermukim di pndok yang disediakan atau merupakan santri kalong (santri yang tidak bermukim di pondok). Pondok pesantren inipun pada gilirannya menyelenggarakan system pendidikan klasikal baik yang bersifat pendidikan umum maupun agama yang lazim disebut madrasah.
Karakteristik lain yang melekat pada pondok pesantren menurut K.H. Abdullah Syukri Zarkasyi (1999:221) adalah adanya system nilai dalam pesantren yang menjadi jiwa filsafat hidup serta orientasi pendidikan pesantren pada umumnya, seperti keikhlasan, kesederhanaan, kemandirian, ukhuwah islamiyah, dan kebebasan.
b.      Tipologi pondok pesantren
Secara garis besar, lembaga pesantren dapat digolongkan menjadi dua tipologi, yaitu tipologi, yaitu tipe pesantren salafi dan tipe pesantren khalafi (Yacub, 1984:36). Pesantren salafi yaitu pesantren  yang tetpa mempertahankan system (materi pengajaran) yang sumbernya kitab-kitab klasik islam atau kitab dengan huruf arab “gundul”. System sorogan (individual) menjadi sendi utama yang diterapkan. Pengetahuan non agama tidak diajarkan. sementara pesantren khalafi yaitu system pesantren yang menerapkan system madrasah, yaitu pengajaran secara klasikal, dan memasukan pengetahuan umum dan bahasa non Arab dalam kurikulum. Dan pada akhir-akhir ini menambahkan dengan berbagai keterampilan.
Sementara itu Ziemek mengadakan klasifikasi jenis-jenis pesantren yang berdasarkan kelengkapan unsur-unsur pesantren dalam hal ini diasumsikan bahwasemakin lengkap unsure yang mendasari suatu pesantren, maka pesantren itu meiliki tingkatanyang tingggi. Tipe-tipe pesantren berdasarkan klasifikasi di atas adalah sebagai berikut:
1)      Pesantren yang paling sederhana;
2)      Pesantren yang lebih tinggi tingkatannya;
3)      Pesantren yang di tambah dengan lembaga pendidikan;
4)      Pesantreen yang memiliki fasilitas lengkap
5)      Pesantren yang besar dan berfasilitas lengkap, biasanya memiliki induk dan cabang;
Menurut Mastuhu (1994:66-67); beberapa dasawarsa terakhir ini terjadi pergeseran yang dialami oleh pesantren. Beberapa indikator pergeseran yang dialami oleh pesantren antara lain:
a)      Kyai bukan lagi satu-satunya sumber belajar
b)      Dewasa ini hampir seluruh pesantren yang menyelenggarakan jenis-jenis pendidikan formal yaitu, madrasah, sekolah umum, dan perguruan tinggi
c)      Seiring dengan pergeseran pola tersebut, santri memerlukan atau keahliah yang jelas
d)     Santri cenderung semakin kuat untuk mempelajari sains dan teknologi
e)      Belajar dengan biaya sudah memasuki dunia pendidikan
f)       Dikenalnya model pesantren yang berkelas.

c.       Karakteristik pengelolaan pendidikan pesantren
Di samping telah terjadi pergeseran pada pesantren seperti yang disebutkan di atas, karakteriistik pesantren yang mengarah pada fiqh-sufistik dalam maknanya yang sempit, dewasa ini juga brelatif banyak. Pandangan sufistik yang bersifat teosentris ini sangat menekankan dan lebih memilih “budaya hidup asketis” yang disimbolkan oleh pola hidup kesederhanaan baik secara sosial maupun ekonomi. Komunitas pesantren terutama disimbolkan para santri, sangat menekankan kehidupan model sufistik ini, mulai dari soal pakaian, tempat tidur, ruang belajar, tempat memasak, kamar mandi, selain bersifat sangat sederhana juga tampak “kotor”. Jadi ketika mereka memahami bagaimana cara-cara hidup sehat maka cenderung berkonotasi “spiritual” (Mastuhu, 1999; 127-129)
Selanjutnya untuk melihat karakteristik pengelolaan pesantren serta usaha-usaha yang telah dilakukan dalam beberapa pesantren terhadap pembahruan system pendidikan san pengelolaannya dapat dibandingkan antara dulu, sekarang dan kecenderungan mendatang, antara lain dapat dideskripsikan sebagai berikut (Mastuhu, 1994; 154-157)
Dinamika System Pendidikan Pesantren Dulu, Sekarang dan Mendatang

No
hal
Tradisionalis
Sekarang dan mendatang
1
Status
-    Uzlah
-    Milik pribadi
-    Sub system pendidikan nasional
-    Milik institusi/yayasan
2
Jenis pendidikan
-    Pesantren non formal (PNF)
-    Pesantren (PNF)
-    Madrasah
-    Sekolah Umum (PF)
-    Perguruan Tinggi (PF)
3
Sifat
-    Bebas waktu, tempat, bebas biaya & syarat
-    Masih berlaku bagi PNF dan tidak berlaku untuk PF
4
Tujuan
-    Agama (ukhrawi)
-    Memahami dan meng- amalkan secara tekstual
-    Agama (duniawi)
-    Memahami dan mengamalkannya sesuai dengan tempat dan zamannya
5
Bahasa pengantar
-    Arab
-    Daerah
-    Indonesia
-    Daerah
-    Arab
-    Inggris
6
Kepemimpinan
-     Karismatik
-     Rasional
7
Corak Kehidupan
-     Fikih-Sufistik
-     Orientasi Ukhrawi
-     Sakral
-     Manusia sebagai objek (fatalistik)
-     Fikih-sufistik+ilmu
-     Ukhrawi + dunia
-     Sakral + profan
-     Manusia sebagai objek + subjek (vitalistik)
8
Perpustakaan dokumentasi dan alat pendidikan
-     Tidak ada
-     Manual
-     Ada
-     Manual, Elektronika
-     Computer, dst
9
Air
-     “dua kullah”
-     Kran/ledeng
10
Asrama
-     Hidup bersama menerima, memiliki ilmu dan mengamal- kannya
-     Hidup bersama
-     Dialog
-     Menjadikan ilmu sebagai sarana pengembangan diri
11
Pengurus
-       Mengabdi Kyai
-     Bertanggung jawab pada unit kerjanya
-     Membeikan masukan/perimbangan Kyai


            Jika identifikasi dari sejumlah pesantren yang ada, berdasarkan penelitian yang dilakukan Mastuhu, memiliki nilai-nilai atau butir-butir positif, butir-butir negatif, dan butir-butir plus minus. Butir-butir positif perlu dikembangkan dalam system pendidikan Islam secara luas. Kemudian butir-butir negative tidak perlu dikembangkan baik dalam pesantren atau system pendidikan Islam secara umum, tetapi sebelumnya harus disempurnakan lebih dulu, butir-butir tersebut adalah :
1)      Butir-butir positif pesantren yang perlu dikembangkan dalam sistem pendidikan Islam
a)      Pandangan pesantren bahwa manusia dilahirkan menurut fitrahnya masing-masing.
b)      Pandangan bahwa tugas melakukan pendidikan dipandang sebagai ibadah.
c)      Hubungan yang baik saling menghormati antara guru dan murid.
d)     Lembaga pendidikan pesantren dipandang sebagai tempat mencari ilmu dan mengabdi, bukan sebagai tempat mencari kelas dan ijazah.
e)      Metode belajar halaqah dan sorogan ( disesuaikan dengan zamannya)
f)        Nilai pendidikan dengan sistem asrama
g)      Pandangan hidup jangka panjang dan menyeluruh
2)      Butir-butir negatif sistem pesantren yang tidak perlu dikembangkan dalam sistem pendidikan pesantren:
a)      Pandangan bahwa ilmu adalah hal yang sudah mapan dan dapat diperoleh melalui berkah kyai.
b)      Pandangan tidak kritis yang menyatakan bahwa apa-apa yang diajarkan kyai,ustaz, dan kitab-kitab agama yang diterima sebagai kebenaran yang tidak perlu dipertanyakan lagi.
c)      Pandangan bahwa kehidupan ukhrawi paling penting, sedang kehidupan duniawi dipandang tidak atau kurang penting.
d)     Metode belajar dengan menghafal dan pemikiran tradisional yang diterapkan untuk semua ilmu.
e)      Kepatuhan mutlak pada guru dan pada kehidupan kolektif (asrama). Sehingga dapat menghambat perkembangan individualitas (jati diri) dan menghambat timbulnya berpikir kritis.
f)       Pandangan hidup fasilistis yang menyerahkan nasib kepada keadaan, dan perilaku sacral dalam menghadapi berbagai realita kehidupan keduniawian sehari-hari.
3)      Butir-butir plus-minus pesantren perlu dikembangkan lebih lanjut dalam sistem pesantren dan sistem pendidikan Islam secara umum.
a)      Sistem asrama
b)      Metode halaqah
c)      Jenis kepemimpinan
2.      Karakteristik Madrasah
a.      Tinjauan Umum Madrasah
Keberadaan madrasah seperti sekarang ini merupakan akumulasi berbagai macam budaya dan tradisi pendidikan yang berkembang di Indonesia. Mulai dan tradisi pra-sejarah atau tradisi asli, tradisi hindu-budha, tradisi Islam, dan tradisi barat atau modern (Malik Fadjar,1998:19), oleh sebab itu, madrasah telah menjadi salah satu wujud entitas budaya bangsa Indonesia yang telah menjalani proses sosialisasi yang relatif intensif dan dalam waktu yang cukup panjang itu telah memainkan peran tersendiri dalam panggung pembentukan peradaban bangsa.
Sebelum terbentuk sistem madrasah, pada awalnya proses pendidikan dan pengajaran dilaksanakan di masjid dan pesantren. Setelah terbuka dan semakin kuatnya proses pembentukan “Intelektual Webs” (jaringan intelektual) di kalangan umat islam dengan haramain sebagai sumber tempat yang “asli” nuansa mistik yang kental di pondok pesantren lambat laun semakin berkurang dan bergerak ke arah proses ortodoksi, atau oleh pengamat peradaban di Indonesia menyebut adanya proses bergerak dari islam yang bercorak mistik menuju ke Islam Sunni ( Malik Fadjar, 1998: 22 ).
Dalam perkembangan selanjutnya, terutama dua dekade terakhir ini, madrasah mengalami polarisasi pengembangan seiring dengan tuntutan zamannya, berbagai macam kebijakan telah dilakukan oleh pemerintah untuk mengembangkan madrasah ini, yang antara lain adalah diterapkannya madrasah aliyah program khusus (MAPK) pada tahun 1987, yang kemudian diganti namanya menjadi Madrasah Aliyah Keagamaan (MAK) pada thun 1994.
b.      karakteristik Madrasah : kekuatan, kelemahan, dan peluang
Sebagai lembaga pendidikan yang mempunyai cirri khas Islam, madrasah memegang peran penting dalam proses pembentukan kepribadian anak didik, karena melalui pendidikan madrasah ini pada orang tua berharap agar anak-anaknya memiliki dua kemampuan sekaligus, tidak hanya pengetahuan umum ( IPTEK ) tetapi juga memiliki kepribadian dan komitmen yang tinggi terhadap agamanya (IMTAK ). Oleh sebab itu jika memahami benar harapan orang tua ini maka sebenarnya madrasah memiliki prospek yang cerah.
Di sisi lain, jika dilihat dari kesejarahnya, madrasah memiliki akar budaya yang kuat di tengah-tengah masyarakat, sebab itu madrasah sudah menjadi milik masyarakat. Apabila dewasa ini banyak ahli berbicara tentang inovasi pendidikan nasional untuk melahirkan pendidikan yang dikelola masyarakat ( community based management ), maka madrasah dan termasuk juga pesantren merupakan model dari pendidikan tersebut.
Akan tetapi, menurut Malik Fadjar (1998:35) dari sekian puluh ribu madrasah yang tersebar di seluruh pelosok tanah air ini sebagian besar masih bergumul dengan persoalan berat yang sangat menentukan hidup dan matinya madrasah, sehingga nilai tawar semakin rendah dan semakin termaginalkan.
Jika dilihat dari kecenderungan atau gejala sosial baru yang terjadi di masyarakay akhir-akhir ini yang berimplikasi pada tuntutan dan harapan tentang model pendidikan yang mereka harapkan, maka sebenarnya madrasah memiliki potensi dan peluang besar untuk menjadi lternatif pendidikan masa depan. Kecenderungan tersebut antara lain adalah sebagai berikut :
Pertama,terjadinya mobilitas sosial yakni munculnya masyarakat menengah baru terutama kaum intelektual yang akhir-akhir ini mengalami perkembangan pesat. Kelas menengah baru senantiasa memiliki peran besar terhadap transformasi sosial. Di bidang pendidikan misalnya, akan berimplikasi pada tuntutan terhadap fasilitas pendidikan yang sesuai aspirasinya, baik cita-citanya maupun status sosialnya. Karena itu lembaga pendidikan yang mampu merespons dan mengapresiasi tuntutan masyarakat  tersebuts secara cepat dan cerdas akan menjadi pilihan masyarakat ini.
Kedua, munculnya kesadaran baru dalam Beragama (santrinisasi), terutama pada masyarakat perkotaan kelompok masyarakat menengah atas, sebagai akibat dari proses re-islamisasi yang dilakukan secara intens oleh organisasi-organisasi keagamaan, lembaga-lembaga dakwah, atau yang dilakukan secara perorangan. Terjadinya santrinisasi masyarakt elit tersebut akan berimplikasi pada tuntutan dan harapan akan pendidikan yang mengaspirasikan status sosial dan keagamaanya, sebab itu pemilihan lembaga pendidikan pendidikan pada nantinya akan didasarkan minimal pada dua hal tersebut, yakni status sosial dan agama (teologis).
Ketiga,arus globalisasi dan modernisasi yang demikian cepat perlu disikapi secara arif. Menghadapi modernisasi dengan berbagai macam dampaknya perlu dipersiapkan manusia-manusia yang memiliki dua kompetensi sekaligus, yakni ilmu pengetahuan dan tehnologi (IPTEK) dan nilai-nilai spiritual keagamaan (IMTAK). Kelemahan di salah satu kompetensi  tersebut menjadikan perkembangan anak tidak seimbang, yng pada akhirnya akan menciptakan pribadi yang pincang (split personality).
Alasan masyarakat memilih lembaga pendidikan sendiri paling tidak ada didasarkan pada lima kategori sebagai beriku :
Pertama, alas an teologis. Alas an ini didasarkan pada kecenderungan global sekarang ini dimana nilai-nilai agama dan moralitas menjadi taruhan seiring dengan arus globalisasi tersebut, sebab itu orang tua berfikir agar bagaimana di tengah arus globalisasi tersebut, sejak dini anak-anak sudah dibentengi dengan bekal moralitas dan agama.
Kedua, alasan sosiologis, berdasarkan alasan ini pemilihan lembaga pendidikan adalah didasarkan pada seberapa jauh lembaga pendidikan dapat memenuhi peran-peran sosiologis, yakni alokasi posisionil berupa kedudukan dan peran penting dalam kehidupan sosial yang memungkinkan terjadinya mobilitas sosial, peran mengukuhkan status sosial, dan peran untuk meningkatkan prestise seseorang di masyarakat.
Ketiga, alasan fisiologis, alasan ini didasarkan pada faktor-faktor eksternal yang bersifat fisik, bersifat fisik, seperti letak dan kondisi geografis, bangunan fisik, lingkungan pendidikan, sarana dan prasarana serta fasilitas pendidikan, dan seterusnya.
Keempat, alasan akademis. Alasan ini didasarkan pada prestasi dan performa lembaga pendidikan yang menunjukkan bahwa lembaga pendidikan yang menunjukkan bahwa lembaga pendidikan tersebut dikelola secara profesional.
Kelima, alasan ekonomis. Alasan ini didasarkan pada tinggi rendahnya biaya pendidikan di lembaga bersangkutan. Bagi masyarakat menengah ke bawah permasalahan biaya menjadi masalah penting, sebaliknya bagi masyarakat elit tingginya biaya pendidikan kadang menjadi ukuran bahwa lembaga pendidikan tersebut unggul,elit,prestise dan menjanjikan.














BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Secara sederhana, visi dapat diartikan sebagai, keinginan, cita-cita, harapan dan impian tengtang masa depan. Sementara itu misi merupakan perwujudan lebih jauh dari visi. Visi dan misi merupakan aspek yang harus diperhatikan dalam proses kepemimpinan dan manajemen. Perencanaan yang baik misalnya harus mengandung beberapa komponen diantaranya adalah visi dan misi yang memberikan arah dan sekaligus motivasi serta kekuatan gerak bagi seluruh komponen yang terlibat langsung maupun tidak langsung dalam pengembangan organisasi.
Karakteristik pendidikan islam bisa ditinjau dari pendidikan islam yang bersifat pesantren dan madrasah. Dari kedua lembaga diatasa dapat dilihat bahwa pesantren merupakan sistem pendidikan yang berorientasi pada pondok. Sedangkan madrasah merupakan sistem pendidikan islam yang modern dan bentuknya pun sam persis dengan lembaga pendidikan atau sekolah-sekolah umum
3.2. Saran
Dalam kehidupan sehari- hari terkadang manusia tidak meperhatikan  tingkah lakunya yang dapat merugikan dirinya dan orang lain. Hal ini juga biasanya di pengaruhi oleh ekonomi, maka manusia perlu satu kesatuan yang dapat melepaskan ia dari ancaman perubahan ini yaitu iman.orang yang beriman pasti ia merasa selalun di awasi oleh Allah maka ia tidak berani melakukan kejahatan itu.
Terlepas dari kekuasaan tuhan tersebut maka manusia tetap sebagai tempat salah khilaf. Maka dari itu kami selaku penulis sadar bahwa kami mempunyai banyak kekurangan dalam masa pembuatan makalah ini, untuk itu kami mengharapkan kritikan atau saran yang membangun jika kiranya para penulis mendapatkan kekurangan dala pembuatan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Fadjar, A. Malik, Isi Pembaharuan Pendidikan Islam, Alfa ;Jakarta : Grafika     Tama, 1998.
Nata, Abudin, Manajemen pendidikan, Jakarta: Kencana, 2003.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar